Konflik Agraria Desa Wadas, Bukti Pemerintah Pro Kepentingan OLIGARKI

  Sumber foto: @wadas_melawan Opini, Setaranews.com  - Desa Wadas di Jawa Tengah menjadi sorotan nasional usai aparat kepolisian diterjunkan...

 

Sumber foto: @wadas_melawan

Opini, Setaranews.com - Desa Wadas di Jawa Tengah menjadi sorotan nasional usai aparat kepolisian diterjunkan ke desa itu pada selasa (8/2/22). Pasukan polisi bersenjata lengkap itu guna mengawal pengukuran lahan tambang batu andesit proyek Bendungan Bener. Namun, anggota kepolisian tidak hanya mengawal tim Badan Pertanahan Nasional (BPN), mereka juga menangkap warga desa wadas yang menolak adanya proyek ini dan terjadilah aksi kekerasan dalam penangkapan. Total ada 67 warga ditangkap dan ditahan di Polres Purworejo, tak selang beberapa saat warga yang ditangkap-pun di bebaskan. Peristiwa itu menjadi bagian dari rangkaian perjuangan lahan untuk pembangunan Bendungan Bener yang berlangsung sejak tahun 2013. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), yaitu Walhi, Gempa Dewa, dan LBH Yogyakarta menyebut konflik di wadas memanas sejak 2018. Rasa takut dan trauma tak henti-hentinya menghantui kehidupan warga wadas pasca penyerbuan ratusan aparat kepolisian.  Polemik ini seperti terus terulang dan ini adalah pr bagi kepolisian agar setiap tindakan tidak harus dengan cara intimidasi apalagi dengan kekerasan.

Sungguh ironis, kepolisian yang seharusnya mengayomi warga tapi mereka melakukan tindakan kekerasan yang sepertinya tidak memcerminkan sikap sebagai aparatur negara. Situasi panas di Wadas terjadi karena pemerintah memaksakan proyek yang dirancang tanpa konsultasi dan persetujuan masyarakat lokal, kata pegiat hak asasi manusia. Meski pro dan kontra belum tuntas, pemerintah pusat menyatakan akan tetap melanjutkan pembangunan Bendungan Bener yang berstatus proyek strategis nasional di Kabupaten Purworejo. Arie Sujito, pakar sosiologi Universitas Gadjah Mada mengatakan, pembangunan hanya sebagai sarana mencapai kesejahteraan rakyat hingga tidak seharusnya memakai cara-cara kekerasan atau penangkapan warga. Jauhi praktik Orde Baru yang mengatasnamakan pembangunan dengan membungkam suara rakyat.

Perlu diketahui bahwa wadas sudah dipilih oleh pemerintah sebagai lokasi tambang batu untuk pembangunan Bendungan Bener. Sebagaimana diketahui, quarry merupakan lokasi penambangan tanah atau batuan yang akan digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener, meski banyak warga yang menolak adanya lokasi tambang yang sejatinya diperuntukan untuk pembangunan Bendungan Bener. Setiap tahun berbagai macam hasil panen dihasilkan di Desa Wadas, mulai dari kopi, rempah-rempah, buah-buahan dan masih banyak lagi. Namun tanah yang subur tersebut, sekarang terancam oleh adanya proyek tambang, warga menolak adanya proyek yang dirancang oleh pemerintah, warga khawatir karena bukan hanya akan merusak mata pencaharian dan ekosistem, aktivitas pertambangan juga akan merampas ruang hidup warga.

Secara georafis, Desa Wadas berada diperbukitan, aktivitas pertambangan yang mengeruk bukit akan menyebabkan krisis ekologis kerusakan bentang alam, artinya, jika pertambangan tetap dilakukan akan mengancam ruang hidup warga, hal ini belum termasuk dampak yang akan terjadi pada desa-desa disekitarnya. Disisi lain, proyek tambang yang akan dioperasikan di Wadas tidak mempunyai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), dan dapat mengganggu aktivitas warga, tambang di Wadas juga cacat prosedural sejak awal, warga yang sadar akan hal itu terus melakukan perlawanan, agar lingkungan mereka tidak rusak. Segala upaya sudah dilakukan warga agar rencana proyek di Desa Wadas dibatalkan, sudah berupaya berkali-kali mengirim surat ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Menemui berbagai tokoh, sampai gugatan di PTUN juga ditolak. Katanya negara ini berdasarkan hukum, tapi kok ini bisa ya, rencana pertambangan quarry di Wadas dimasukan dalam Izin Penetapan Lokasi (IPL) Pembangunan Bendungan Bener memakai skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana yang diatur dalam UU NO. 2 TAHUN 2012, yang bahkan mengatur bahwa pertambangan bukan bagian dari apa yang dimaksud dengan kepentingan umum. Semua kegiatan pertambangan harusnya mengikuti peraturan perundang-undangan dibidang pertambangan yaitu UU NO. 4 Tahun 2009 & UU NO. 3 Tahun 2020. Pada pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menggariskan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.

Kalo iya memang negara ini ada kepastian hukum (eh pasti aja engga, gimana pengakuan, jaminan bahkan perlidungan?) kok bisa  ijin yang bertentangan dengan hukum malah lolos jadi peraturan bagi pembangunan yang sangat tidak adil dan malah membuat masyarakat terancam? konstitusi kita dikemanain nih selama ini? kalau bukan warga yang mempertahankan lingkungannya sendiri untuk anak cucu, lalu siapa lagi? Prinsip "Free, Prior and Informed Consent" (FPIC) dalam Hukum Internasional: Tidak boleh terjadi relokasi tanpa ada persetujuan atas informasi yang jelas terlebih dahulu kepada masyarakat adat,  dengan ada persetujuan dengan kompensansi yang adil dan jujur dan dimana kalau ada kemungkinan diberi pilihan untuk mereka kembali (Pasal 10 UNDRIP). 1 Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, 2 tidak seorang pun yang dapat dirampas hak miliknya secara semena-mena (Pasal 17 DUHAM).

Negara harus belajar dari kegagalan proyek pembangunan lainnya, salah satunya yaitu pembangunan Waduk Kedung Ombo yang diklaim bertujuan untuk pengendalian banjir, irigasi dan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Baik yang terjadi di Wadas maupun Kedung Ombo, sebagian besar pembangunan tidak pernah dibahas langsung dengan warga. Segala sesuatu  tentang pembangunan selalu diputuskan sepihak oleh pemerintah dengan klaim-klaim bahwa keputusann yang diambil adalah “demi kemakmuran rakyat”. Semakin kesini pemerintah semakin menunjukan wujud aslinya, dimana pemerintah seharusnya, menganyomi, memberikan perlindungan, kenyamanan dan memberikan apa yang sudah menjadi tugas sebenarnya pemerintah tapi malah mengabaikan itu semua, banyak peristiwa-peristiwa kelam (pelanggaran HAM) yang terjadi dari dulu hingga sekarang, dari kasus penghilangan paksa yang melibatkan pemerintah hingga yang terbaru adalah polemik pemerintah dengan warga adat yang semakin panas, akibat dari pemerintah yang hanya memikirkan kepentingan sendiri guna (katanya untuk membangun negeri dan memajukan ekomi, katanya!!) memenuhi hasratnya. Diharapkan agar ketika pemerintah atau pun aparat kepolisian melakukan pendekatan-pendekatan yang humanis, tidak dengan cara-cara intimidasi bahkan sampai dengan kekerasan, apalagi kalau sampai ada korban jiwa dari keegoisan kalian yang memaksakan kehendak mereka agar mau menuruti kalian, yang katanya untuk kepetingan kalian guna untuk membantu kalian dalam segi ekonomi, tapi bukannya menolong, proyek yang di gagas pemerintah akan menimbulkan kerugian bagi warga wadas bahkan bisa mengancam kehidupan yang ada disini.                          

 

 

Penulis: Ihza Mahendra

Editor: Adimas Gesang