Opini: Bagaimana Kampus Biruku Saat ini?

Opini, setaranews.com  - Kurang lebih tiga semester kita menjalani perkuliahan secara daring karena memang menurut aturan pemerintah kegiata...

Opini, setaranews.com - Kurang lebih tiga semester kita menjalani perkuliahan secara daring karena memang menurut aturan pemerintah kegiatan belajar mengajar dialihkan ke sistem daring atau online, namun saya sedikit bingung dan mungkin kalian juga bingung, dimasa pandemi seperti ini jelas kegiatan pembelajaran tidak optimal, apa lagi dengan segala kendala yang sering kali kita temui, seperti kuota habis, jaringan buruk, dan tentu saja dosen yang jarang masuk. Ya walaupun ada kelebihannya yaitu kita tetap melaksanakan kegiatan perkuliahan, namun ditengah kegiatan perkuliahan daring tersebut saya dan kawan-kawan kerapkali mendapatkan tugas yang harus kita lakukan secara langsung, artinya kuliahnya saja yang online tapi tugasnya offline, tapi entah apakah hanya saya yang merasakan atau teman-teman juga.

 

DISTRIBUSI SUBSIDI

Seperti yang saya katakan diawal kendala perkuliahan daring salah satunya adalah kuota, dikampus kita ada keringanan dalam biaya kuliah, dan itu difungsikan untuk memastikan teman-teman terpenuhi kebutuhan kuotanya, namun dalam sistem pendistribusiannya terbilang tidak optimal, karena tidak semua mahasiswa langsung mendapatkannya. Untuk mendapatkan subsidi tersebut, Mahasiswa harus menyetorkan dulu bukti pembayaran kepada pihak fakultas, akhirnya teman-teman yang tidak bisa datang kefakultas untuk memberikan bukti pembayarannya tidak mendapatkan subsidi kuota tersebut, dan kita harus ingat lagi, bukankah kampus sedang menerapkan Study From Home, tapi dalam urusan ini, kok mahasiswa harus datang ke fakultas untuk memverifikasi, atau kalau difakultas saya sendiri harus menunjukan bukti pembayaran, kenapa harus seperti itu, membuat mahasiswa harus datang ke kampus, ini sama dengan kampus mengingkari kebijakan yang telah dibuatnya sendiri, apakah kampus tidak mempunyai data mahasiswa yang sudah membayar biaya kuliah, dan seluruh mahasiswa yang sudah membayar mendapatkan subsidinya tanpa harus menunggu dan berharap digelombang berapa dia mendapatkan subsidi tersebut, atau juga kenapa tidak dipotong diawal pembayaran saja, jadi jelas bukan kalo seperti itu, harusnya pendistribusian ini bisa lebih simpel dan optimal.

 

EFEKTIFITAS SUBSIDI

Subsidi yang diberikan kampus kisaran 200-250 ribu rupiah per-mahasiswa, namun mahasiswa tetap harus membayar Dana Pengembangan Pendidikan (DPP), bukankah pada saat ini fasilitas bukan menjadi prioritas walaupun memang penting juga, tetapi untuk saat ini yang paling utama adalah bagaimana caranya agar pendistribusian pendidikan diberikan dengan efektif, mahasiswa mendapatkan edukasi diperkuliahan dengan efektif, mereka bisa membeli kuota dan bahkan membeli akun premium aplikasi untuk perkuliahannya. 

Berapakah konsumsi kuota teman-teman setiap kali daring? 

Saya punya sedikit informasi, Melansir dari temuan Whistle Out, untuk panggilan video Zoom membutuhkan kecepatan internet 600kbps hingga 1,8Mbps. Nah, dari sini bisa diketahui jika teman-teman menggunakan Zoom untuk video call dengan kualitas video HD atau 720p selama satu jam, teman-teman akan menghabiskan kuota 540MB masing-masing untuk menggunggah video teman-teman dan mengunduh video lawan video call Anda. Total, Anda habis sekitar 1,08GB per jam, kalikan berapa jam kalian melakukan zoom meet dalam sehari untuk kuliah daring, lalu kalikan lagi dengan jumlah pertemuan 1 semester pada semua mata kuliah, ya coba saja hitung sendiri, saya matematikanya jago cuman gamau sombong aja sih, jadi apakah cukup 200-250 ribu untuk 1 semester?

 

Dosen Yang Baik

saya sangat bersyukur dapat bertemu dosen-dosen yang ramah dan baik, ada dosen yang selalu menegur saat saya tidak masuk kuliah, dan tegurannya sangat berkenan dihati saya, namun saya sendiri merasa tidak membalas kebaikan dosen yang seperti itu, karena ketika beliau tidak masuk saya diam saja dan tidak mengingatkannya akan kewajibannya sebagai dosen untuk memberikan stimulus-stimulus kepada para mahasiswanya, mohon maafkan saya Pak, Bu, yang jarang mengingatkan, selain itu ada juga dosen yang selalu mengingatkan untuk membayar atau melunasi biaya kuliah, agar nama kita sebagai mahasiswa masuk kedalam Daftar Peserta Nilai Ujian (DPNU), karena jika tidak segera membayar atau melunasi biaya kuliah, nama kita tidak ada dalam DPNU, dan saya sendiri mengalami, imbasnya nilai beberapa mata kuliah saya kosong, mungkin teman-teman juga pernah merasakan.

 

Transparansi

Beberapa waktu lalu mahasiswa baru menuntut diadakannya Inaugurasi, karena mereka merasa itu adalah hak mereka, akhirnya kegiatanpun terlaksana secara daring juga, yang diamanatkan kepada UKM Seni Budaya (USB) sebagai panitia penyelenggara, namun usai itu nampaknya tidak adanya follow up dari mahasiswa baru terkait Lembar Pertanggung Jawaban (LPJ) dari terlaksananya acara tersebut, pihak lembaga pun tidak mengumumkan pertanggung jawabannya, apakah acara berjalan dengan baik dan mahasiswa baru memahami esensinya, output dari acaranya seperti apa, dan pendanaan yang dipakai sebesar apa, bukankah acara daring seperti itu tidak terlalu banyak menghabiskan anggaran, dan apakah mahasiswa baru merasa puas akan acara tersebut dan memahami esensi dari acaranya.

 

Penganiayaan Terhadap Yang Melawan

Belum lama terjadi Kasus penganiayaan yang dilakukan Kepala Lab. Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon terhadap dr. Herry Nurhendriyana, pasalnya beliau mendapati tindakan kekerasan berupa pemukulan oleh dilakukan oleh seorang dosen berinsial DN, yah mungkin beberapa dari kalian sudah tau nama aslinya. Mengutip dari rmolbengkulu.id, Adapun kasus ini bermula dari kecurigaan Herry setelah dirinya mengungkap adanya kejanggalan pada administrasi klinik dan apotek Cakrabuana. Tanda tangannya di scan tanpa izin untuk keperluan administrasi dan kwitansi Klinik dan Apotek Cakrabuana.

Tidak hanya itu, Herry mendapatkan informasi dari karyawan salah satu apotek Cakrabuana bahwa telah ada pembelian alat rapid test tanpa sepengetahuanya. Pembelian alat tersebut dibeli klinik dari pelaku DN dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran pada umumnya.

"Saudara DN menjual rapid antigen kepada klinik dan apotek Cakrabuana tanpa sepengetahuan saya dengan harga yaitu sebesar Rp2.900.000 per buah, dimana harga tersebut lebih tinggi dari harga yang ditawarkan oleh agen lain yaitu sebesar Rp1.700.000," beber Herry.

Melihat kejanggalan itu, Herry kemudian memutuskan agar klinik dan apotek tidak lagi membeli peralatan rapid antigen kepada DN.

Apa yang dilakukan DN ini sama sekali tidak memberikan contoh yang baik selayaknya seorang Dosen yang berpendidikan tinggi kepada para mahasiswa dan masyarakat, namun pihak lembaga malah lebih condong membela pelaku dan meminta agar korban menarik laporannya dari polisi. Ironi bukan? dan kenapa kalian pun hanya diam bukankah hal tersebut harus disikapi?

Pelecehan Seksual

Belum lama telah tersebar informasi mengenai kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pejabat organisasi kampus pada mahasiswi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, namun nampaknya kasus tersebut tidak dikawal oleh para aktivis yang ada dikampus, terutama yang berfokus pada kasus-kasus seperti ini, padahal kalau memang benar pelaku terbukti bersalah, dia harus diadili dengan tegas. Beberapa orang mengungkapkan kalau dikampus ini banyak sekali kasus serupa, namun katanya para penyintas atau korban tidak berani untuk speak up, bukankah jika kasus-kasus seperti ini dikawal dengan baik, dapat dicari solusinya agar kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi, dan lagi tentu saja kampus atau universitas yang merupakan ruang pendidikan harus memberikan rasa aman dan menunjukan bahwa memang kampus ini adalah ruang pendidikan, berarti orang-orang didalamnya harus berperilaku selayaknya orang-orang yang terdidik.

 

Organisasi Internal Kampus

Sudah bukan menjadi rahasia kalau Organisasi Intra Kampus (OIK) seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) dan Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) adalah tempat dimana para mahasiswa berproses, umumnya mahasiswa yang masuk kedalam organisasi memiliki kelebihan dari proses yang dia dapatkan didalam organisasi, menjadi wadah pencetak mahasiswa-mahasiswa berkualitas, mempunyai skill, loyalitas dan Integritas, serta pengalaman yang tidak didapat oleh mahasiswa yang tidak ikut organisasi. 

Namun miris, kini OIK terbilang hanya sebagai wadah mencapai Eksistensi semata dan Event Organizer, budaya-budaya diskusi dan baca buku kurang ditekankan dalam organisasi-organisasi yang ada di dalam lingkungan kampus, ketika ada permasalahan yang diketahui dan dirasakan mengenai kampus, kebanyakan dari kalian hanya mengeluh tanpa mencari jalan solutif yang mempu menyelesaikan permasalahan yang ada, dan lagi kenapa organisasi mahasiswa sudah haus kekuasaan dan melakukan politik praktis demi mencapai kekuasaan yang dituju, jorok sekali.

 

Segera KKN Ayo Berbondong Bayar

Sebentar lagi teman-teman mahasiswa akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyantai, maaf maksud saya Nyata (KKN), balik lagi diawal pembahasan mengenai kuliah daring, belum lama beredar foto yang menggambarkan situasi mahasiswa yang tengah berbondong-bondong ke ruang TIK untuk memverifikasi pendaftaran KKN, apakah ada yang aneh? 

Ya menurut saya ada yang aneh, bukankah Kampus sedang Work Form Home (WFH) dan Study From Home (SFH) akan tetapi disitu kampus membiarkan adanya kerumunan dan bahkan memang itu akibat dari kebijakan yang mengharuskan mahasiswa mendaftar secara manual di TIK, apa lagi pada saat itu sudah diberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat oleh Lord kita bersama, Mr. President Joko Widodo, jadi bukankah itu menyalahi aturan? 

Diluaran sana banyak orang susah mencari uang dan menangis karena tak ada uang untuk makan, adapula yang dipulangkan dari pekerjaannya karena tidak memakai masker, seperti kuli asal Cirebon, namun dikampus kita mahasiswa malah terpaksa berkerumun.

 

Udahnih Gini Aja

Sudah menjadi hal yang lumrah ketika mahasiswa menanyakan kejelasan terhadap sesuatu, sudah sewajarnya mahasiswa peka terhadap lingkungan disekitarnya, sudah sewajarnya mahasiswa memiliki daya kritis dan wawasan yang luas untuk menilai sesuai dengan logikanya, sudah sewajarnya juga mahasiswa melawan ketika melihat ketidak adilan yang terjadi pada siapapun itu, bukan untuk selalu membenci pemerintah atau peraturan, tapi lebih memahami lagi bagaimana positif dan negatifnya yang akan diterima oleh kita khususnya sebagai mahasiwa dan umumnya sebagai rakyat. 

Terus jaga kewarasan, terus perbanyak wawasan, pandai-pandai membaca, membaca buku, membaca situasi, dan juga membaca kondisi, dan waktunya kita berani untuk berkata tidak pada kedzoliman.

“Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia”

 

Penulis: Adimas Gesang Pemimpin Umum LPM Setara