Opini : Stigma Corona, Omnibus Law Jadi Lupa

Opini, Setaranews.com - Beberapa waktu ini masyarakat Indonesia sedang diombang-ambing pemikirannya oleh banyak isu yang beredar diber...

Opini, Setaranews.com - Beberapa waktu ini masyarakat Indonesia sedang diombang-ambing pemikirannya oleh banyak isu yang beredar diberbagai media massa terutama social media, banyak dari isu yang beredar adalah mengenai virus Covid-19 yang dinyatakan sebagai Pandemik beberapa waktu lalu oleh Dirjen WHO  T. A. Ghebreyesus, Covid-19 diklaim sangat berbahaya bagi masyarakat karena penularan virus ini sangat cepat sehingga mudah sekali menyerang masyarakat, bahkan menurut beberapa klaim para ahli kesehatan dan media massa, virus ini dapat menyebabkan kematian hal ini ditunjukan dari beberapa kasus kematian mengidap Covid-19 yang banyak beredar dimedia konvensional maupun mainstream, jika ditelisik lebih jauh mengenai masyarakat yang terdampak virus ini apakah bisa ditangani dengan baik oleh instansi kesehatan yang ada, apakah fasilitas dan tenaga medis yang ada mampu menangani permasalah pasien Covid-19 ini dngan baik?, apakah pemerintah dengan sebaik-baiknya sudah mempersiapkan fasilitas-fasilitas mumpuni untuk menanggulangi semua ini, kalau ada yang bilang kenapa selalu menyalahkan pemerintah, anda bisa menjawab adanya Negara adalah untuk melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia, termasuk hal-hal semacam ini (Corona / Covid-19), namun nyatanya instansi kesehatan yang ada bahkan sebagai rujukan tidak memberikan pelayanan yang baik kepada pasien-pasien yang diduga mengidap penyakit corona, seperti yang diceritakan oleh akun twitter @fmuchtar_ dia meneritakan pengalamannya ketika dirawat sebagai pasien suspect covid-19, dalam pengakuannya dia mengatakan bahwa Rumah sakit yang dijadikan rujukan saja tidak memberikan pelayanan yang baik, fasilitas yang tidak memadai dan penanganan yang lambat, dari sini kita bisa simpulkan bahwa Indonesia belum siap bahkan bisa dibilang gagap dalam menangani virus covid-19 ini, dan belum lama pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan peluasan penularan virus covid-19 sebagai Kejadian Luar Biasa, dalam KLB ini pemerintah menghimbau kepada masyarakat untuk  mengurasi kegiatan yang tidak terlalu penting, selain itu dalam hal ini instansi-instansi pendidikanpun diliburkan dan menggantikan sistem KBM tatap muka dengan system KBM daring, namun himbauan-himbauan tersebut dibuat bukan bermaksud untuk mengarahkan kita pada pengisolasian diri dan menjauhi bahkan meninggalkan segala aktivitas yang kita lakukan seperti biasanya, bukan juga untuk rekreasi atau liburan tapi bermaksud untuk agar kita lebih waspada dan menjaga kesehatan kita lebih baik lagi.

Namun pernahkah kalian berfikir semua ketakutan mengenai corona yang telah disebarkan oleh banyak media ini dapat mengalihkan pemikiran anda, dengan adanya kekhawatiran yang ditimbulkan oleh informasi mengerikan yang beredar mengenai ini bisa membuat anda menjadi orang yang sibuk melindungi diri dan cenderung bersikap apatis, seakan hanya inilah permasalahan terbesar kita, seakan inilah permasalahan yang dihadapi bangsa ini, sibuk soal corona, bahaya corona, pasien yang meninggal akibat corona dengan berita-berita yang ternilai terlalu dramatisir, tidak lugas, hanya menyoroti corona saja, sehingga membangun polapikir kita bahwa, corona adalah dewa kematian yang sangat ditakuti.

Akhirnya setalah pemikiran kita terbangun dari isu-isu yang beredar tentang corona ini Sang Dewa Kematian, kita lupa dengan ketidak adilan dan hak rakyat yang direnggut oleh penguasa, dari RKUHP, RUU Pertanahan, RUU SBPB, Omnibus Law, hingga kasus ketidak adilan yang dirasakan oleh buruh AICE, karna corona kita lupa akan hal-hal itu, Omnibus Law yang harusnya kita kumandangkan sebagai suatu bentuk rancangan ketidak adilan yang akan diterapkan dimasyarakat malah kita lupakan, kalian harus ingat RUU ini merupakan suatu ancaman yang nyata bagi masadepan bangsa ini, mau jadi apa kita kalau RUU Omnibus Law ini disahkan? Mau jadi budak corporate? Atau mau  jadi babu dinegeri sendiri?, mengapa seperti itu karena dalam RUU ini banyak sekali Pasal-pasal yang nyeleneh bahkan bisa dibilang bener-bener berpihak pada golongan tertentu, diantaranya adalah pasal-pasal mengenai ketenaga kerjaan, diantaranya dipasal 151, 151A dan 154 A UU Ketenaga Kerjaan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dinilai semena-mena dan tidak jelas karena tatacara PHK diatur dalam peraturan pemerintah, padahal Undang-undang itu derajatnya lebih tinggi dari pada Peraturan Pemerintah.

Selain UU Ketenaga Kerjaan disini juga ada beberapa Pasal mengenai PERS, didalamnya berisi mengenai kebebasan PERS yang akan dibatasi, diantaranya adalah ada pada pasal 11 dan pasal 18 UU PERS. Disitu jelas bahwa kebebasan Pers diusik dengan aturan dan ancaman-ancaman pidana yang membuat ruang gerak Pers semakin sempit, jika RUU ini disahkan maka kebebesan kita untuk menyuarakan keadilan hanya akan menjadi momok menakutkan yang tidak akan disuarakan lagi akibat adanya pasal-pasal nyeleneh tersebut.

Belum lagi soal hak buruh yang tidak diperdulikan lagi, dirampas bahkan dilupakan, alhasil mereka (para buruh) hanya menerima ketidak adilan atas apa yang telah mereka kerjakan dengan sepenuh hati, contoh belum lama masyakarakat digemparkan dengan adanya kasus buruh AICE, AICE adalah salah satu produsen es krim ternama di Indonesia dengan cita rasa yang lezat dan tentu saja harganya pas banget dikantong orang Indonesia, tapi apakah kalian tau, dibalik rasa lezat dan murahnya harga es krim AICE banyak buruh yang sengsara dan mendapat ketidak adilan dari jasanya, banyak buruh AICE yang mengaku mendapat ketidak adilan dari pabrik AICE, mulai dari Eksploitasi Jam Kerja, Keselamatan Kerja yang tidak Standar sehingga banyak dari mereka terkena penyakit akibat bahan-bahan kimia yang mereka sentuh dan mereka hirup, belum lagi soal upah, bagi mereka yang melakukan izin kerja Karena sakit justru gajinya dipotong, ketidak jelasan mengenai asuransi social, dan masih banyak pelanggaran lain yang Pabrik AICE lakukan, bukankah semua itu seudah diatur dalam Pasal 14 UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan social, setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan social. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS sesuai program Jaminan Sosial. Ketidak adilan ini bukanlah untuk didiamkan dan dilupakan secara sengaja dengan berjalannya waktu, ketidak adilan ada untuk dilawan karena kita juga sebagai manusia yang merdeka mempunyai hak-hak yang harus kita dapatkan setelah kewajiban yang kita laksanakan.

Ketidak adilan memang sulit Nampak di negeri ini, bau busuknyapun sulit diendus dan dicari sumbernya, para penguasa pandai menyembunyikan bangkai dibalik berlian berkilau yang Nampak indah dan lebih menarik hati masyarakatnya, baiknya kita berfikir kritis dalam menyikapi permasalahan yang ada dinegeri ini, bukan untuk membangkang semua aturan yang berlaku, melainkan lebih jeli dalam menilai hal mana yang baik untuk kita (masyarakat) dan mana yang baik untuk segelintir orang saja, terus perjuangkan hak-hak rakyat, terus suarakan keadilan, angkat tangan kirimu dengan gagah dan berani untuk menentang kesewenang-wenangan, kita manusia yang merdeka, berdiri diatas kaki sendiri, hidup diatas negeri sendiri, jangan biarkan mereka yang serakah merenggut semua kebebasan dan hak yang harusnya kita dapat, tetap waspada, dan kritis dalam menyikapi semuanya, perjuangkan hidupmu, hidup yang tak diperjuangkan tak dapat dimenangkan (Sutan Syahrir).

Penulis: Adi Mas Gesang, Mahaiswa Tingkat 1 Ilmu Komunikasi FISIP UGJ Cirebon